Senin, 09 Januari 2012

Fenomena permasalahan terkait Urbanisasi, Urban Sprawl, dan Megacities


Akibat dari urbanisasi dapat dikaitkan dengan dampak lingkungan terutama dampak lingkungan hidup di kota :
1.   Pertambahan penduduk kota yang begitu cepat, sudah sulit diikuti dengan kemampuan daya dukung kotanya, ruang untuk tempat tinggal,dan kelancaran lalu lintas sudah sangat kurang.
2.   Pertambahan kendaraan baik roda dua maupun roda empat dapat menimbulkan polusi udara, maupun polusi suara yang dapat membahayakan bagi kehidupan manusia tersebut.
3.   Pencemaran yang bersifat social dan ekonomi dapat kita lihat seperti banyaknya para gelandangan, pengemis, pelbagai bentuk kenakalan, kejahatan.
Dengan semakin berkembangnya penduduk dan semakin tingginya arus urbanisasi sehingga kota tidak kunjung mampu mengimbangi laju urbanisasi tersebut maka terjadilah urban sprawl, yang dimana dampak dari Urban sprawl adalah semakin berkurangnya lahan subur produktif pertanian sehingga mengancam swasembada pangan karena terjadi perubahan peruntukan lahan pertanian menjadi lahan terbangun. Disamping itu, pemekaran kota yang tidak terkendali (unmanaged growth) menyebabkan morfologi kota yang tidak teratur, kekumuhan (slum), dan pemukiman liar (squatter settlement).
Pemilihan lokasi hunian di pinggiran kota dengan asumsi harga lahan yang lebih murah dan kondisi udara yang masih sehat. Penduduk yang semula menyewa rumah, dengan semakin meningkat pendapatan sebagian penduduk memilih lokasi tinggal di luar kota agar memiliki rumah tinggal sendiri. Sebagian penduduk yang berpenghasilan rendah dengan terpaksa menempati rumah tinggal yang sempit dan kumuh.
Urban sprawl memiliki dampak lingkungan yang cukup besar. Dampak lingkungan yang  terjadi lebih dari sekedar penggunaan lahan untuk pemukiman. Perkembangan pemukiman yang meluas menyebabkan semakin meluasnya polusi air. Perkembangan urban sprawl tidak hanya mengurangi area hutan, tanah pertanian, dan ruang terbuka, tetapi juga menimbulkan aktivitas yang mengganggu ekosistem dan habitat alami makhluk hidup. Sprawl ditetapkan sebagai faktor dalam polusi udara sejak ketergantungan terhadap mobil/kendaraan bermotor menjadi gaya hidup yang ditandai dengan meningkatnya konsumsi energi fosil dan gas emisi yang ditimbulkannya.

Sprawl juga berdampak pada isu sosial dan ekonomi terhadap masyarakat di pusat kota dan kualitas hidup kawasan sub urbanSprawl dianggap sebagai penyebab meluasnya perdagangan ke arah luar kota dengan jangkauan konsumen yang lebih banyak, mall-mall regional dan restaurant. Sprawl menciptakan perjalanan lebih panjang, meningkatkan kemacetan lalu lintas, dan mengurangi waktu yang tersedia untuk bekerja dan keluarga bagi masyarakat, karena orang cenderung bertempat tinggal lebih menyebar dan bukannya di pusat kota, biaya pelayanan masyarakat (pemadam kebakaran, polisi, sekolah) di daerah sub urban akan meningkat 

Faktor-faktor terjadinya Urbanisasi, Urban Sprawl, dan Megacities

1. Urbanisasi
Untuk mendapatkan suatu niat untuk hijrah atau pergi ke kota dari desa, seseorang biasanya harus mendapatkan pengaruh yang kuat dalam bentuk ajakan, informasi media massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya.
Pengaruh-pengaruh tersebut bisa dalam bentuk sesuatu yang mendorong, memaksa atau faktor pendorong seseorang untuk urbanisasi, maupun dalam bentuk yang menarik perhatian atau faktor penarik. Di bawah ini adalah beberapa atau sebagian contoh yang pada dasarnya dapat menggerakkan seseorang untuk melakukan urbanisasi perpindahan dari pedesaaan ke perkotaan.
A.  Faktor Penarik Terjadinya Urbanisasi
  1. Kehidupan kota yang lebih modern
  2. Sarana dan prasarana kota lebih lengkap
  3. Banyak lapangan pekerjaan di kota
  4. Pendidikan sekolah dan perguruan tinggi lebih baik dan berkualitas
B. Faktor Pendorong Terjadinya Urbanisasi
  1. Lahan pertanian semakin sempit
  2. Merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya
  3. Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa
  4. Terbatasnya sarana dan prasarana di desa
  5. Diusir dari desa asal
  6. Memiliki impian kuat menjadi orang kaya
C. Keuntungan Urbanisasi
  1. Memoderenisasikan warga desa
  2. Menambah pengetahuan warga desa
  3. Menjalin kerja sama yang baik antarwarga suatu daerah
  4. Mengimbangi masyarakat kota dengan masyarakat desa
Beberapa pendapat dari berbagai ilmuwan mengenai sebab dan akibat urbanisasi :
a.     Dwyer, Singh, dan Suharso mempunyai pendapat yang sama yaitu bahwa sebab dari perpindahan penduduk desa ke kota adalah kekurangan tanah dan rendahnya pendidikan atau motivasi ekonomi.
b.     Mc Gee berpendapat bahwa migrasi informal dan migrasi formal cendrung menjadi pola urbanisasi di kota-kota Negara berkembang.

2. Urban Sprawl
Urban Sprawl atau dikenal dengan pemekaran kota merupakan bentuk bertambah luasnya kota secara fisik. Perluasan kota disebabkan oleh semakin berkembangnya penduduk dan semakin tingginya arus urbanisasi. Permasalahan kemudian muncul karena manajemen kota tidak kunjung mampu mengimbangi laju urbanisasi tersebut dengan kapasitas pelayanan kebutuhan dasar yang benar-benar dibutuhkan, seperti perumahan, air bersih, sanitasi, transportasi umum dan massal, pengendalian banjir, ruang terbuka hijau, energi, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Kekurangan kebutuhan dasar yang terus menerus inilah yang menimbulkan berbagai bencana perkotaan seperti kemacetan, kecelakaan lalu lintas, banjir, permukiman kumuh dan liar, penggusuran, banjir, penyakit menular, gelandangan, anak jalanan, dan sebagainya. Urban sprawl terjadi dengan ditandai adanya alih fungsi lahan yang ada di sekitar kota mengingat terbatasnya lahan yang ada di pusat kota. Urban sprawl merupakan salah satu bentuk perkembangan kota yang dilihat dari segi fisik seperti bertambahnya gedung secara vertical maupun horizontal, bertambahnya jalan, tempat parkir, maupun saluran drainase kota.
Proses Urban Sprawl
Apabila ditinjau dari prosesnya perkembangan spasial fisikal kota dapat diidentifikasi, yaitu  :
a. Secara horizontal : 
Sentrifugal : proses  bertambahnya ruang kekotaan yang berjalan ke arah luar dari daerah kekotaan yang sudah terbangun dan mengambil tempat di daerah pinggiran kota.  Proses inilah yang memicu dan memacu bertambah luasnya areal kekotaan. Makin cepat proses ini berjalan, makin cepat pula perkembangan kota secara fisikal.
Sentripetal : proses penambahan bangunan-bangunan kekotaan di bagian dalam kota (pada lahan kosong/ruang terbuka kota).
b. Secara vertikal : penambahan ruang kota dengan menambah jumlah lantai (bangunan bertingkat).
Selanjutnya menurut Yunus (1999), secara garis besar ada tiga macam proses urban sprawl, yaitu : 

Tipe 1 : Perembetan Konsentris (  Concentric Development/Low Density Continous
Development
Tipe pertama ini oleh Harvey Clark  (1971) disebut sebagai “low density, continous development” dan oleh Wallace (1980) disebut “concentric development”. Jadi ini merupakan jenis perembetan areal kekotaan yang paling lambat. Perembetan berjalan perlahan-lahan terbatas pada semua bagian-bagian luar kenampakan fisik kota. Karena sifat perambatannya yang merata disemua bagian luar kenampakan kota yang sudah ada, maka tahap berikutnya akan membentuk suatu kenampakan morfologi kota yang relatif kompak

GAMBAR 1.1
PEREMBETAN KONSENTRIS


Tipe 2 : Perembetan Memanjang (Ribbon development/linear development/axial development).
Tipe ini menunjukkan ketidakmerataan  perembetan areal kekotaan disemua bagian sisi-sisi luar dari pada daerah kota utama. Perembetan paling cepat terlihat di sepanjang jalur transportasi yang ada, khususnya yang bersifat menjari (radial) dari pusat kota. Daerah ini sepanjang rute transportasi utama merupakan tekanan paling berat dari perkembangan. Membumbungnya harga lahan pada kawasan ini telah memojokkan pemilik lahan pertanian pada posisi yang sangat sulit. Makin banyaknya perubahan lahan pertanian ke lahan non pertanian, makin banyaknya penduduk, makin banyaknya kegiatan non agraris. Tingginya harga lahan dan makin banyak orang yang mau membeli telah memperkuat dorongan pemilik lahan untuk meninggalkan kegiatannya dan menjualnya. Bagi masyarakat hasil penjualan tanahnya diinvestasikan lagi pada lahan yang jauh dari kota sehingga memperoleh lahan pertanian yang lebih luas.

GAMBAR 1.2
PEREMBETAN LINEAR


Tipe 3 : Perembetan yang meloncat (leap frog development/checkerboard development)
Tipe perkembangan ini  oleh kebanyakan pakar lingkungan dianggap paling merugikan, tidak efisien dalam arti ekonomi, tidak mempunyai nilai estetika dan tidak menarik. Perkembangan lahan kekotaannya terjadi berpencaran secara sporadis dan tumbuh di tengah-tengah lahan pertanian. Keadaan ini sangat menyulitkan pemerintah kota untuk membangun prasarana-prasarana fasilitas kebutuhan hidup sehari-hari.

GAMBAR 1.3
PEREMBETAN MELONCAT
  
3. Megacities
Megacity biasanya didefinisikan sebagai area metropolitan dengan total penduduk lebih dari 10 juta orang . Beberapa definisi juga menetapkan tingkat minimum untuk kepadatan penduduk (setidaknya 2.000 orang / km persegi). Megacity dapat menjadi daerah metropolitan tunggal atau dua atau lebih area metropolitan yang konvergen. Kota terbesar di dunia tidak hanya diukur dari banyaknya jumlah populasinya, luas wilayah, tetapi juga fasilitas publik, infrastruktur, sistem transportasi dan lain sebagainya. Secara umum kriteria yang masuk dalam kota besar antara lain pusat dari segala kegiatan suatu negara. Pusat pemerintahan, pusat perekonomian, pusat perdagangan, pusat bisnis, heterogenitas penduduk dan simbol kehidupan modern. Kota-kota bisa lebih besar, terutama di negara-negara berkembang, tetapi tidak membuat mereka lebih baik.

GAMBAR 1.3
JAKARTA MEGA CITY


AMBURADULNYA MANAJEMEN KOTA JAKARTA

Kondisi transportasi di Jakarta makin hari memang tidak makin baik, tapi semakin kacau saja. Ini menunjukkan kekacauan manajemen kota. Amburadulnya kondisi transportasi dalam sebulan ini dipicu lagi dengan manajemen konstruksi infrastruktur yang buruk, seperti yang terlihat dalam pembangunan gorong-gorong di Jl. Sudirman.    

Pembangunan gorong-gorong yang ditargetkan akan selesai pada 15 Desember 2011 ini membuat sebagian besar pengguna jalan terganggu. Terlebih lagi pembangunan akan terhenti sejenak pada saat berlangsungnya SEA Games XXVI, yaitu 9-23 November 2011 yang tentunya akan semakin memperlambat selesainya pembangunan gorong-gorong. Padahal, saat pembangunan gorong-gorong dilakukan, kemacetan semakin bertambah parah, apalagi saat jam sibuk.  Hal itu diakibatkan karena jalur yang tersisa hanya satu saja dan sebagai akibatnya kemacetan mengular hingga ke mana-mana. Kondisi tersebut  sangat merugikan bagi pengguna jalan.

Proyek gorong-gorong juga terasa kurang memperhatikan waktu pelaksanaanya karena dilaksanakan pada musim hujan. Seperti diketahui, Jl. Jendral Sudirman  pada kondisi normal saja sudah merupakan jalur macet, apalagi ditambah dengan pembangunan gorong-gorong, tentu akan semakin macet.
Buruknya manageman kontruksi terlihat dari: 1). Minimnya pembatas jalan dan kurangnya tanda peringatan yang jelas, bahwa di area tersebut sedang dilakukan galian saluran air. Kondisi tersebut sangat berbahaya bagi pengguna jalan, terutama bagi pengguna sepeda motor dan pejalan kaki. 2). Tidak pernah ada petugas yang dapat mengarahkan arus lalu lintas sehingga tidak terjebak kemacetan di jalur yang sedang laksanakan pembangunan. 3). Proses pembangunan gorong-gorong dengan cara menggali semua bagian yang akan dibangun gorong-gorong secara serentak, tidak melakukannya secara bertahap sehingga sedikit ruas jalan yang terganggu.

Pelaksanaan pembangunan gorong-gorong maupun pengerjaan bangunan fisik lainnya pada saat menjelang musim hujan jelas merupakan bukti nyata buruknya manajemen kota. Pembangunan gorong-gorong tersebut jelas sudah dirancang sejak tahun 2010 lalu, terbukti sudah dianggarkan APBD 2011. Oleh karena itu persiapannya termasuk proses  tender yang memakan waktu 1-3 bulan sudah dimulai begitu APBD disetujui oleh DPRD. Bila proses tender ini sudah dimulai sejak awal tahun maka pada bulan Juli atau maksimal Agustus proyek sudah dapat di eksekusi sehingga pada bulan oktober seperti sekarang ini proyek sudah selesai.

Namun bila kita perhatikan dari tahun ke tahun managemen yang buruk itu selalu terulang di Jakarta dan akibatnya warga yang menjadi korban: (1) Perjalanan menjadi terhambat, (2) Berdampak Banjir, (3) dan kualitas bangunan pun menjadi ringkih karena belum kuat sudah terguyur oleh hujan deras.
Manajemen kota yang sangat buruk seperti ini saatnya harus diperbaiki. Jakarta membutuhkan seorang pemimpin yang tegas dan berani mengambil terobosan untuk membuat kebijakan yang lebih mengedepankan keselamatan warganya, bukan terlaksananya proyek.

Sumber:
http://instran.org/index.php?option=com_content&view=article&id=2030%3Aamburadulnya-manajemen-kota-jakarta&catid=25%3Afront-page&Itemid=1&lang=en